Selasa, 12 Juni 2007

Daftar Angka-angka Tahunan: Agama Islam Mazhab Hambali di Indonesia

[Lampiran 28]
Yang bertanda *) ditambahkan untuk Background.

780 – 855 *).
Imam Muhammad Ibn Hambal. Codificator dari Agama Islam Mazhab Hambali. Bekas murid dari Imam Sjafi’i. Akan tetapi berpendapat, bahwa : Agama Islam Golongan Sunnah Mazhab Sjafi’i terlalu tolerant dan terlalu intellectual. Menolak pula sebagian terbesar dari Hadits-hadits, yang diakui Sjahih oleh Imam Buchari dan yang accepted oleh Agama Islam Mazhab Sjafi’i. Karena itu : Muhammad Ibn Hambal menjimpang dari Agama Islam Mazhab Sjafi’i dan mendirikan Mazhab Hambali yang sangat fanatic dan puritan. Dari segala Mazhab-mazhab Agama Islam Golongan Sunnah (Hanafi, Maliki,Sjafi’idan Hambali), Mazhab Hambali menjadi paling parah condemning Agama Islam Mazhab Sji’ah.

855 – 1700 *).
Selama hampir 1.000 tahun, Agama Islam Mazhab Hambali tidak pernah popular untuk massa dari Ummat Islam. Tinggal isoleted di kalangan orang-orang Badawi di Gurun Pasir Nesjed, yang turun temurun ditindas oleh orang-orang : Babylon, Persia, Arab dan Turki.

1700 – 1791 *).
Imam Muhammad Ibn Wahhab. Orang Badawi, bukan Arab. Memulai “Gerakan Wahhabi”. Artinya : Dengan fanaticism dari Agama Islam Mazhab Hambali, menggembleng Tenaga Rakyat Jelata di pedalaman Arabia, untuk mengusir Penjajahan Asing. Yakni : Penjajahan oleh orang-orang Turki yang ber-Agama Islam Mazhab Hanafi, dan yang sangat nymphomaniac pula.

1740 – 1744 *).
Gerakan Wahhabi bergerilya contra Tentara Turki. Tidak berhasil. Malahan sebaliknya : Tentara Turki lebih ganas lagi mengadakan razzia’s dan menyiksa wanita-wanita Badawi di dalam wholesale abductions. Imam Muhammad Ibn Wahhab membutuhkan seorang Military Leader, untuk memimpin Gerakan Wahhabi di dalam Levee En Masse menentang penjajahan Turki.

1744 *).
Seorang gerilya Fighter yang berpengalaman di dalam Tentara Persia, bernama Muhammad Ibn Saud. Menjadi Imam Wahhabi. Artinya : Sponsored oleh Imam Muhammad Ibn Wahhab, menjadi calon “King Of Saudi Arabia”. Menjadi Radja dari sesuatu Keradjaan Darul Islam Saudi Arabia, yang ber-Agama Islam Mazhab Hambali dan yang lepas dari penjajahan Turki.

1801 *).
Kerbela direbut oleh Tentara Wahhabi yang sangat fanatic akan tetapi sangat biadab !! Kuburan dari Sajidina Hassan dan Sajidina Hussin (yang dianggap Kuburan Suci oleh orang-orang Islam mazhab Sji’ah), dicungkil hilang dari muka bumi.

1802 *).
Mekkah dan Medinah direbut oleh Tentara Wahhabi. Penjajahan Turki lenyap dari Arabia. Untuk Hadji-hadji yang diseluruh Dunia Islam datang ke Mekkah. Gerakan Wahhabi tentulah sangat menarik, karena : Sanggup mengusir Penjajahan Asing. Terutama sangat menarik untuk Hadji-hadji yang datang dari daerah yang dijajah oleh orang-orang kafir, seperti Inggris, Belanda, dan Spanjol. Akibatnya : Gerakan Wahhabi serta Agama Islam Mazhab Hambali exploded ke seluruh Dunia Islam !! Sampai ke Sudan, India, Filippina, dan Indonesia. Kebetulan pula pada waktu Eropah Barat diancam oleh Imperialisma Napoleon.

1803 *).
Gerakan Wahhabi serta Agama Islam Mazhab Hambali dibawa masuk ke Minangkabau,oleh Hadji Piobang (bekas Cavalry Colonel Tentara Turki), Hadji Sumanik (bekas Artillery Major Tentara Turki),serta Hadji Miskin (bekas Hermit di Gurun pasir Nesjed).

1804 – 1807.
Dengan nama “Gerakan Islam Kaum Putih”, Gerakan Wahhabi mengganas di Minangkabau. Bukannya terhadap Penjajahan Asing yang diwaktu itu tidak ada di Minangkabau. Akan tetapi : Terhadap Agama Islam mazhab Sji’ah yang di waktu itu sudah 300 tahun dominant di Minangkabau. Dan juga : Terhadap Keluarga Radja Pagarruyung, Baso Nan Ampeq Balai, serta Adat Matriarchy. Dengan maksud, supaya dapat didirikan Negara Darul Islam Minangkabau yang ber-Agama Islam Mazhab Hambali.

1804 – 1821.
Negara Darul Islam Minangkabau. Dibawah tangan besi Tuanku Rentjeh. Ber-Agama Islam Mazhab Hambali.
Bagaimana Muhammad Ibn Saud membnetuk Tentara Wahhabi di Arabia, begitulah Colonel Hadji Piobang membentuk Tentara Padri di Minangkabau. Menurut model Janitsar Cavalry Tentara Turki. Menjadi Tentara Indonesia yang pertama kali well organised and good officered.

1808.
Benteng Bondjol didirikan. Dibawah commando Peto Sjarif gelar Tuanku Imam Bondjol. menjadi Depot Pendidikan Cavalry Tentara Padri.

1811.
Benteng Rao didirikan. Dibawah commando Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao. Menjadi Basis dari Army Group Tuanku Rao Tentara Padri, yang mempersiapkan untuk merebut serta meng-Islamkan daerah-daerah Mandailing, Angkola dan Sipirok, di Tanah Batak selatan.
Benteng Daressalam didirikan. Dibawah commando Hamonangan Harahap gelar Tuanku Tambusai. Menjadi basis dari Tentara Padri, yang dipersiapkan untuk merebut serta meng-Islamkan daerah Padang Lawas antara Sungai Rokan dan sungai Asahan.

1813.
Rapat Forum Radja Mandailing di Pakantan, untuk satu kali dijadikan Rapat Segala Radja-radja Batak. Supaya bersama merencanakan Pertahanan Rakyat di seluruh Tanah Batak, Utara dan Selatan. Perlu supaya Suku Bangsa Batak coordinanted menantang Aggressian dari pihak Bondjol Minangkabau. Hadir Singamangaradja X dari Bakkara Toba.

1814.
Convention London. Inggris mengembalikan Pulau Djawa serta Minangkabau kepada Belanda. Akan tetapi : Pihak Belanda yang baru saja lepas dari Penjajahan Napoleon, tidak sanggup segera menduduki the lost colonies (Conform position Belanda 1945 – 1947 ).

1816.
Army Group Tuanku Rao dari Benteng Rao, di dalam Blitzkrieg setengah bulan : Merebut daerah-daerah Mandailing, Angkola, dan Sipirok.
Army Group Tuanku Tambusai dari Benteng Daressalam di dalam Blitzkrieg setengah bulan : Merebut seluruh daerah Padang Lawas antara Sungai Rokan dan Sungai Asahan.
Penduduk Tanah Batak Selatan (yang 1513 – 1816 sudah selama 300 tahun menolak Agama Islam, karena sifat Splendid Isolation pada Proto Malayans), dengan kekerasan dipaksa oleh Tentara Padri : Harus masuk Agama Islam Mazhab Hambali. Caranya : Male population en-masse menjalani Khitanan, sambil mengucapkan Sjahadat, segala hewan b-2 exterminated. Hasilnya : “Ugamo Silom Bondjol”. Yakni : Agama Islam Mazhab Hambali berupa a thin veneer. Hasilnya yang terpenting : Hilang lenyap kegelapan jahiliyah dari Tanah Batak Selatan. Dengan pedang diawasi oleh Tentara Padri. Sanitationpun sangat bertambah tinggi, karena : Paksaan ber-Wudhu 5 kali sehari dan : Tidak ada lagi kandang b-2 di kolong rumah.

1816 – 1818.
Dari penduduk Tanah Batak Selatan yang sudah di Islamkan, recruited sejumlah 100.000 orang masuk kedalam Tentara Padri.
Orang-orang dari Marga Siregar di daerah Sipirok, malahan terlalu banyak yang mau masuk Tentara Padri, walaupun Tentara Padri adalah Tentara Minangkabau. Bukannya untuk ikut serta mengembangkan ‘Ugamo Silom Bondjol” di Toba dan Silindung. Akan tetapi : untuk membalas dendam terhadap Singamangaradja Dynasty, selaku keturunan dari Radja Oloan Sorbadibanua.

1818.
Dibawah commando Tuanku Rao, Tentara Padri di dalam jangka waktu satu bulan merebut daerah-daerah : Uluan, Toba, Silindung, Humbang dan Pahae.
Orang-rang Marga Siregar Sipirok yang di dalam Cavalry Battallions Tentara Padri mengganas di dataran tinggi Humbang. Terutama terhadap orang-orang Marga Sihombing Hutasoit dan terhadap orang-orang Marga Sinambela.

1818 – 1820.
Tuanku Rao bermarkas di Siborongborong. Tentara Padri , menduduki seluruh Tanah Batak Utara. Tentara itu seluruhnya terdiri atas orang-orang Tanah Batak Selatan, yang baru saja di Islamkan kedalam puriranism dan fanaticis dari Agama Islam Mazhab Hambali. Disitulah sangat bertambah besar controverse antara Penduduk Tanah Batak Selatan contra Tanah Batak Utara.
Tuanku Lelo bersimaharajalela di Toba. Segala rumah habis dibakar. Omly to smoke-out the womenfolk yang bersembunyi di dalamnya wanita-wanita Toba menjadi korban dari wholesale abductions, di dalam sexual orgies en-masse. Hampir mendekati Terror Tentara Turki di Balkan terhadap white squaws.
Jangka waktu 2 tahun “Tingki Ni Pidari”, menjadi malapetaka yang terbesar sepanjang sejarah Toba.

1819.
Bakkara Toba dihancurkan oleh Tentara Padri dengan Artillery. Singamangaradja X mati pahlawan. Harta pusaka dari Singamangaradja Dynasty (yang accumulated selama 10 generations Monopoly Kemenjan), digondol oleh Tuanku Lelo. Bebarapa orang Putra-putra dari Singamangaradja X (antara lain : Radja Lambung Sinambela), tertawan dan kemudian di inernix di Rontjitan Sipirok. Calon Singamangaradja XI lahir in exile di Tandjungbunga.

1820.
Karena : Plague dan Cholera Epidemics, maka : Tentara Padri terpaksa meninggalkan Toba dan Silindung, tanpa success meng-Islamkannya. Cannibalistic orgies di Lobupining, dimana remnants dari Tentara Padri yang mundur dari Silindung, dibasmi habis dan eaten-up oleh Radja Panggulamai cs.
Tentara Padri yang mundur dari Uluan Porsea, deserted di Bandar Pulau. Dibawah pimpinan Mansur Marpaung gelar Tuanku Asahan, mereka mendirikan Keradjaan Islam, yang lepas dari Bondjol Minangkabau. Yakni : Kesultanan Asahan, Keradjaan Kotapinang, Keradjaan Bila, dan Keradjaan Panai. Menyusul pula Keradjaan Marbau.
Perwira Tentara Padri yang berketurunan Tanah Batak Selatanpun, ada sejumlah yang berontak terhadap penjajahan asing oleh Bondjol dan Minangkabau atas daerah-daerah Mandailing, Angkola dan Sipirok. Tuanku Imam Parang beserta seluruhnya orang Minangkabau, massacred ataupun diusir keluar dari Tanah Batak Selatan. Radja Gadumbang berkuasa di Mandailing. Tahir Daulay gelar Tuanku Dundjungan berkuasa di Angkola Djae. Djagorga Harahap gelar Tuanku Daulat berkuasa di Angkola Djulu. Djatenggar Siregar gelar Tuanku Ali Sakti berkuasa di Angkola Dolok. (Sipirok).

1821.
Pertempuran Air Bangis. Tentara Belanda sudah dipersiapkan any time sedia untuk menyerang dari Fort Air Bangis, langsung ke Benteng Bondjol. tanpa melewati daerah Agam. Angkatan Darat Minangkabau mengambil initiative, bersama Angkatan Laut Atjeh : Mendahului menyerang pihak Belanda di Fort Air Bangis. Hasilnya menjadi Debacle untuk pihak Bondjol Minangkabau. Yakni : Cavalry Tentara Padri dibawah commando Tuanku Imam Bondjol, seluruhnya dihancurkan oleh Artillery Belanda dibawah commando Overste Raaf. Tuanku Rao mati pahlawan untuk menyelamatkan Tuanku Imam Bondjol, Tuanku Lelo deserted
Finished Tentara Padri ciptaan Colonel Hadji Piobang. Sesuatu Tentara Cavalry Islam yang maha kuat menurut model Janitsar Cavalry Tentara Turki, dan yang di dalam Blitzkrieq sanggup menembus Splendid Isolation dari Tanah Batak, Utara dan Selatan.
Tuanku Nan Rentjeh patah hati. Finished Negara darul Islam Minangkabau. Orang Minangkabau dan orang Batak yang masih tetap memperjuangkan Negara Darul Islam yang ber-Agama Islam Mazhab Hambali, hidjrah ke Benteng Bondjol dibawah pimpinan Tuanku Imam Bondjol dan ke Benteng Daressalam dibawah pimpinan Tuanku Tambusai. Siap sedia jangka panjang menentang Tentara Kafir (Tentara Belanda), yang membawa Penjajahan Asing.
Tuanku Lelo The Deserter ditunjuk oleh Tuanku Imam Bondjol, menjadi Military Governor bawahan Bondjol Minangkabau mengatasi daerah Angkola dan Sipirok. Ditugaskan pula menghukum daerah Mandailing serta Radja Gadumbang. Dengan maksud, supaya : Daerah Mandailing, Angkola, dan Sipirok menjamin supply bahan makanan untuk Benteng Bondjol, yang di dalam kepungan Tentara Belanda pasti tidak akan mendapatkan supply dari daerah Agam.
Tuanku Lelo diperkuat oleh Tuanku Tambusai dengan 2.000 units Cavalry Padanglawassians. Tuanku Lelo berhasil merebut kekuasaan di daerah Angkola dan Sipirok. Tuanku Daulat bergerilya di gunung Lubuk Raya. Tuanku Ali Sakti bergerilya di hutan Dolok Hole. Tuanku Djundjungan bergerilya di rawa-rawa pertemuan Sungai Batang Gadis dan Sungai Batang Angkola.

1821 – 1833.
Tuanku Lelo menjadi War Lord yang absolute and dictatorial menguasai daerah-daerah Angkola, dan Sipirok. Dengan bantuan Tauanku Tambusai, Tuanku Lelo mendirikan Benteng Padangsidempuan. Jauh lebih kuat dan jauh lebih besar daripada Benteng Bondjol.
Daerah Mandailing 7 kali disiksa ileh War Lord Army Tuanku Lelo dengan razzia’s membakari rumah-rumah untuk menangkapi wanita-wanita.
Tuanku Lelo dicalonkan menjadi Sultan bawahan Perfide Albion, yng di Tepian Na Uli di tepi Teluk Siboga : Menumpang Export Products hasil dari War Lord Economy Tuanku Lelo (1823).

1821 – 1824.
Tentara Belanda memasuki Pedalaman Minangkabau, tanpa perlawanan dari pihak pnduduk asli. Tentara Belanda menduduki Fort Simawang yang sudah ditinggalkan oleh Tentara Inggris. Tentara Belanda mendirikan pula Fort van der Capellen dan Fort de Kock. Dari 3 military positions itu, Tentara Belanda menguasai seluruh daerah Agam, Tanahdatar dan Limopuluh. Pax Neerlandica menggantikan terror dari police state Negara Darul Islam Minangkabau.

1822 – Dst.
Agama Islam Mazhab Sjafi’i tepat sekali meretool Agama Islam Mazhab Hambali di Minangkabau, dimana-mana saja sudah terjamin “rust en orde” oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Agama Islam Mazhab Sji’ah sedikit kembali di daerah-daerah Pesisir Minangkabau

1822 – 1837.
Perang Padri. Orang Islam Mazhab Hambali bertahan di Benteng Bondjol, di dalam kepungan Tentara Kafir (Tentara Belanda). Cavalry Tuanku Tambusai dari basis Benteng Daressalam, bebas bergerak di sebelah Timur dari Pegunungan Bukit Barisan, antara Gunungtua (di tepi Sungai Barumun) dan Bangkinang (di tepi Sungai Kampar. Karena Supply dari Lebensraum yang begitu maha luas, maka : Dengan backing dari Benteng Daressalam, Benteng Bondjol sekian lama dapat bertahan

1824.
Tractat London. Bencoolen dan Tapian Na Uli di-over oleh Pemerintah Inggris kepada Pemerintah Belanda.
Cease Fire Masang. Tipu muslihat Belanda, supaya sementara menghentikan tembak menembak di Minangkabau. Perlu, karena Offensive Power Belanda dibutuhkan untuk menghadapi Pemberontakan Belgia dan Perang Diponegoro. Cease Fire Masang turut ditanda-tangani oleh Tuanku Imam Bondjol, akan tetapi : Sangat di kecam oleh Tuanku Tambusai yang dengan his Cavalry sendang mengepung Fort van der Capellen.

1832.
Pelakat panjang. Tanpa menghiraukan Cease Fire Masang, Pemerintah Hindia Belanda memasukkan seluruh Minangkabau kebawah kekuasaannya. Katanya : Alam Minangkabau sudah dijual kepada Pemerintah Belanda oleh Yangdipertuan Arifin Muning Alam Sjah (Yangdipertuan Radja Alam Pagarruyung Minangkabau, yang pada tahun 1804 lolos dari Massacre Pagarruyung).
Dibawah commando Kolonel Elout, Tentara Belanda bergerak dari Fork de Kock serta menduduki Benteng Bondjol. Tanpa pertempuran, karena orang Minangkabau sudah “melempem” selama 8 tahun Cease Fire Masang. (Sebagaimana ditakutkan oleh Tuanku Tambusai).
Tuanku Imam Bondjol diam-diam pergi menyingkir. Tuanku Mudo (seorang Putra dari Tuanku Imam Bondjol), oleh Kolonel Elout katanya “resmi” dilantik menjadi Tuanku Imam Bondjol II.
Cavalry Tuanku Tambusai bergerak dari Benteng Daressalam dan kedua kalinya mengepung Fort van der Capellen. Tentara Belanda puntang panting meninggalkan Benteng Bondjol. Kembali ke Fort de Kock. Tuanku Imam Bondjol kembali ke Benteng Bondjol. Tuanku Imam Bondjol II mati dibunuh, atar perintah Tuanku Tambusai.

1833.
Untuk menghentikan razzia’s oleh War Lord Army Tuanku Lelo menyiksa wanita-wanita Mandailing, maka : Radja Gadumbang meminta supaya Tentara Belanda menduduki daerah Mandailing. Radja Gadumbang bukan pengkhianat !!
Tentara Belanda dibawah commando Majoor Eiler, secepat kilat mendarat di Natal dan dari situ merebut Benteng Rao dan Lubuksikaping. Akibatnya : Benteng Bondjol dikepung dari Selatan dari Fort de Kock dan dari Utara dari Lubuksikaping.
Perjanjian Pakantan, antara Majoot Eiler dan Radja-radja Mandailing. Disitu pihak Belanda menjamin Status Protectorate dari daerah Mandailing. Bukannya status “Veroverd Gebied’ (Daerah yang direbut), seperti daerah Minangkabau. Radja Gadumbang menjadi “Regent Van Mandailing”. (Regent bukannya di dalam arti Bupati seperti di Pulau Djawa, akan tetapi di dalam arti “Calon Sultan”. Tuanku Lelo mati dipancung di Batunadua

1834.
Tentara Belanda dibawah commando Kolonel Elout, menduduki daerah Angkola dan Sipirok. Maksud utama : Mencari harta karun Tuanku Lelo, dimana termasuk harta Pagarruyung Dynasty dan harta pusaka Singamangaradja Dynasty. Oleh Belanda mau dijadikan modal dari N.H.M. (Nederlandsche Handel Maatschappij) yang didirikan oleh Radja Willem I. Tidak berhasil. (Harta Karun Tuanku Lelo masih tetap di dalam, somewhere dibawah Poken Sidimpuan “Ketabo, Ketabo, Tu Poken Sidimpuan”).

1837.
Tentara Belanda dibawah commando Djendral Cochius, menghancurkan Benteng Bondjol dengan Artillery bekas Tentara Napoleon. Tuanku Imam Bondjol mau menyerah dan mau ditawan oleh Tentara Kafir. Tidak demikian Tuanku Saman dan Tuanku Maradjo, yang berdua berketurunan Batak. Dengan fanaticism dari Agama Islam Mazhab Hambali, mereka berjibaku mati pahlawan. Seperti pada tahun 1821 : Tuanku Rao, Tuanku Patuan Soripada dan Tuanku Sorik Marapi.

1838.
Tentara Belanda menghancurkan Benteng Daressalam, dengan Artillery bekas Tentara Napoleon, yang oleh Tentara Padri sendiri digunakan menghancurkan Bakkara Toba, 1819. Tragic !!

1838 – 1863.
Dengan fanaticism dari Agama Islam Mazhab Hambali. Tuanku Tambusai selama 25 tahun terus bergerilya, di daerah yang mha luas antara Gunungtua dan Bangkinang. Tuanku Tambusai : “The Last Of The Mohicans”.

Kini.
Agama Islam Mazhab Hambali (Ugamo Silom Bondjol) sudah habis di retool oleh Agama Islam Mazhab Sjafi’i, di Tanah Batak Selatan. Very sorry !!

Tidak ada komentar: