Selasa, 12 Juni 2007

Lampiran 20

Putri Hijau Yang Sebenarnya

Sangat besar confusion di dalam penulisan sejarah perihal “Keradjaan Haru” dan “Kesultanan Aru”. Yakni sebagai berikut :
1. Menurut Muhammad Yamin, Keradjaan Haru terletak entah dimana di pantai Timur Pulau Andalas, sangat menimbulkan amarah dari Perdana Menteri Gadjah Mada (1331 – 1364), karena : Angkatan Bersenjata Modjopahit berkali-kali gagal menundukkan Keradjaan Haru. Tidak disinggung oleh Muhammad Yamin, entah Keradjaan Haru yang sanggup bertahan terhdap Imperialisme Modjopahit itu, ber-Agama Islam ataupun tidak.
2. Menurut dongeng-dongeng Batak karo, Keradjaan Haru adalah suatu Keradjaan Pagan Priest Kings Batak Karo. Terletak di sekitar muara Sungai Wampu. Radja Haru Yang Keempatbelas dan terakhir, dikalahkan oleh Sutan Atjeh yang pertama.
3. Menurut dongeng-dongeng Batak Simalungun, Keradjaan Haru adalah Pagan, dan terletak disekitar muara Sungai Wampu. Sedangkan Keradjaan Aru adalah Islam dan terletak disekitar muara Sungai Barumun. (Catatan : di dalam tulisan Batak Simalungun yang Syllabic seperti tulisan Djawa, syllable “A” sangat berlainan dari syllable “H”. Tidak mungkin confusion, untuk orang-orang yang pandai tulisan Batak Simalungun. Walaupun sangat archaic, tapi sanagt tegas).
4. Menurut family papers Sultan-sultan Deli, Kesultanan Haru terletak di daerah-pengaliran Sungai Deli. Beribukota di Delitua.
5. Menurut annals dari Tiongkok Ming Dynasty, Kesultanan Aru terletak disekitar estuary dari Sungai Barumun dan Sungai Bila yang begitu besar sehingga disebutkan “Laut Air Tawar”. Kesultanan Aru yang ber-Agama Islam Mazhab Sji’ah, berkali-kali dikunjungi oleh Laksama Hadji Sam Po Bo (Cheng Ho) yang ber-Agama Islam Mazhab Hanafi. Seorang Sultan Aru pernah berkunjung ke Tiongkok.
6. Menurut dongeng-dongeng Batak Padanglawas, Keradjaan Aru meliputi daerah pengaliran Sungai Barumun dan Sungai Batangangkola, dari Portibi sampai ke Pidjor koling. Ber-Agama Hindu Birawa. Lebih parah lagi daripada orang-orang Siregar Sipirok, sangat jijik karena ritual homicides (pengorbanan manusia). Peninggalannya adalah Biara Sipamutung, dan maha banyak kuburan ukuran gajah di Padanglawas. Namanya sangat tegas pula dituliskan dengan syllable “A”.

Begitulah sangat parah “Aru Haru Confusion”, di dalam periode 1920 – 1930. Antara dua orang Mahasiswa Hukum di Batavia (Djakarta), yakni : Muhammad Yamin contra Amir Sjarifudin, timbul debat yang maha sengit perihal Aru Haru Confusion. Why ?? Amir Sjarifudin tegang bertahan, bahwa : Keradjaan Aru yang diserang oleh Keradjaan Modjopahit itu, adalah ber-Agama Islam !! Artinya : Keradjaan Modjopahit yang begitu dikagumi oleh Muhammad Yamin, sebenarnya harus terkutuk kafir yang hendak membasmi habis Agama Islam di Pulau Andalas. Muhammad Yamin menerbitkan bukunya “Gadjah Mada”, Amir Sjarifudin meminta tolong kepada his Amangboru (Fathers Sisters Husband) Sutan Martua Radja.

Aru Haru Confusion serentak tackled in teamwork, oleh 3 orang yakni : Sutan Martua Radja, Resident Poortman, dan Amir Sjarifudin. Resulting di dalam tulisan oleh Sutan Martua Radja, yang bernama “Putri Hidjau yang Sebenarnya”. Isinya in a nutshell sebagai berikut :

(1). 1100 – 1250 : Keradjaan Aru Sipamutung.
Lihat bagian 4 dan 11, perihal Biara Sipamutung yang menjadi Benteng Sipamutung. Penyelidikan dari Sutan Martua Radja perihal Biara Sipamutung, oleh Resident Poortman dikirimkan kepada seorang Archeoloog bernama Dr. Schnitger. Akibatnya : Secepat kilat Dr. Schnitger pergi ke Padanglawas, supaya menjadi orang Eropah yang pertama menyelidiki Biara Sipamutung, yang katanya lebih besar dari pada Candi Prambanan. Hasilnya berikut maha banyak photo’s dimuat kedalam buku “The Forgotten Kingdoms Of Sumatra.” Splendid !!
Catatan : Sayang sekali bahwa buku tersebut itu, sebelum PD II pun sudah out of point. Exemplaar yang di Perpustakaan Gedung Gadjah, pada tahun 2603 Tarich Jimmu Tennoo confiscated oleh seorang Dai Sang Djepang. Gambar-gambarnya digunting dan bukunya futsie !!

(2). 1299 – 1512 : Kesultanan Aru Barumun.
Lihat : Lampiran XXI, Lampiran XXIII, dan Lampiran XXVII. Kesultanan Aru Barumun didirikan oleh Sutan Malik Ul Mansur, seorang Putra dari Sultan Malik Us Saleh Sultan Samudera Pasai Yang Pertama. Ber-Agama Islam Mazhab Sji’ah. Terletak di daerah-pengaliran Sungai Barumun dan menguasai import-export dari daerah Padanglawas, sesuatu Lebensraum yang cukup besar. Menguasai pula Flaw Of Goods dari Dagang Meritja, antara pepper producing daerah pengaliran Sungai Kampar Kiri dan Kanan, dengan pepper upgrading Cambay Gudjarat. Banyak disinggahi oleh foreign merchant vesseis.

Kesultanan Aru Barumun hubungan baik dengan Tiongkok Ming Dynasty (1368 –1643), dimana Agama Islam Mazhab Hanafi sedang bebas berkembang. Lihat : Bagian 8. Di dalam periode 1405 – 1425, para utusan-utusan dari Tiongkok Ming Dynasty sangat sering singgah di Kesultanan Aru Barumun. Antara lain sebagai berikut :
1. Laksamana Hadji Sam Po Bo (Cheng Ho).
2. Laksamana Hadji Kung Wu Ping.

Sultan Aru Barumun ada total 13 orang, berturut-turut sebagai berikut :

1299 – 1322.
Sultan I : Sultan Malik Ul Mansur. Lihat : Lampiran XXI.

1322 – 1336.
Sultan II : Sultan Hassan Al Gafur.

1336 – 1361.
Sultan III : Sultan Firman Ul Karim. Lihat : Lampiran XXIII. Adversary yang terbesar dari Perdana Menteri Gadjah Mada yang kafir 1331 – 1364, dan yang hendak memaksakan Hindu Javanese Imperialism kepada pihak Islam di Pulau Andalas. Di waktu Sultan Firman Ul Karim, Armada Aru Barumun dibawah Laksamana Hang Tuah dan Laksamana Hang Lekir menguasai Selat Malacca, dan berkali-kali menyerang ke Laut Djawa.

1361.
Sultan IV : Sultan Sadik Al Kudus. Wafat karena serangan jantung, sambil Imam Sembahyang Djum’at di Mesjid. Kuburannya menjadi tujuan Upacara Basapah di Kesultanan Aru Barumun. Seperti kuburan Hassan dan Hussin di Kerbela, kuburan Sultan Alif di Sumpur Kudus, kuburan Sjech Burhanudin III di Ulukan Pariaman.

1361 – 1379.
Sultan V : Sultan Alwi Al Musawwir.

1379 – 1407.
Sultan VI : Sultan Ridwan Al Hafiz. Mengadakan diplomatic relations dengan Tiongkok Ming Dynasty.

1407 – 1428.
Sultan VII : Sultan Hussin Dzul Arsa = Sultan Hadji. Mengatasi serangan yang terakhir dari Angkatan Bersenjata Modjopahit, pada tahun 1409, ke Mekkah dan ke Peking diantar oleh Laksamana Hadji Sam Po Bo di zaman Yung Lo. Terkenal di dalam annals dari Tiongkok Ming Dynasty dengan nama “Adji Alasan” (A Dji A La Sa)

1428 – 1459.
Sultan VIII : Sultan Djafar Al Baki. Wafat diterkam harimau.

1459 – 1462.
Sultan IX : Sultan Hamid Al Muktadir. Wafat di dalam explosion of epidemics. Kesultanan Aru Barumun hampir hilang lenyap.

1462 – 1471.
Sultan X : Sultan Zulkifli Al Madjid. Lahir buta, tuli. Pada tahun 1469, Kesultanan Aru Barumun diserang oleh Kesultanan Malacca, atas perintah Sultan Mansjur Sjah I, yang memerintah 1441 – 1476. Kota pelabuhan Labuhabbilik dibumi hangus dan Angkatan Laut Kesultanan Aru Barumun seluruhnya habis dimusnahkan.

1471 – 1489.
Sultan XI : Sultan Karim Al Mukdji.

1489 – 1512.
Sultan XII : Sultan Muhammad Al Wahid. Mati pahlawan di dalam serangan Angkatan Bersenjata Portugis. Finished Kesultanan Aru Barumun, Kesultanan yang terakhir ber-Agama Islam Mazhab Sji’ah di Kepulauan Indonesia dan di Kepulauan Nusantara.

1512 – 1523.
Sultan XIII : Sultan Ibrahim Al Djalil. Ditawan dan diperalat oleh pihak Portugis di Malacca, seperti Kaisar Henri Pu Yi oleh pihak Djepang di Tokyo. Terpaksa ikut serta di dalam Angkatan Bersenjata Portugis, menyerang ke Pidie, dll. Pada tahun 1523 di Sumadera Pasai ditawan dan dipancung oleh Laksamana Tuanku Ibrahim Sjah, saudara dari Sultan Ali Mukkajat Sjah Sultan Atjeh yang pertama. Hak atas Singgasana Kesultanan Aru Barumun, jatuh kepada new emerging Kesultanan Atjeh.

1523 – 1904.
32 orang Sultan dan Sultanah Atjeh de jure adalah juga Sultan Aru Barumun, seperti Kaisar Oosterreich adalah juga Kings Of Hungary, in Personal Unity.

1525 – 1816.
Sjahbandar Kesultanan Atjeh di Aru Barumun. Berkedudukan di Labuhanbilik. Sangat banyak di antaranya Sultan-sultan Muda= Crown Princes Of Atjeh, seperti juga di Indrapura Minangkabau. Akan tetapi sangat banyak pula diantaranya Buccaneers=Bajak laut. Labuhanbilik sangat sering ditembaki oleh kapal perang Inggris dengan Ships Artillery, tanpa pernah direbut.

1802 – 1816.
Dibawah pimpinan Fachrudin Harahap gelar Baginda Soripada. Orang-orang Marga Harahap dari Gunungtua Banangonang merebut bagian hulu dari bekas Kesultanan Aru Barumun. Resmi dengan Surat Tjap Kepala Sembilan dari Yangdipertuan Radja Naro, Baginda Soripada menjadi Vice-Roy Padanglawas bawahan Keradjaan Pagarruyung. Berkedudukan di Langgapajung.

1805 – 1816.
Karena ancaman dari new emerging Negara Darul Islam Minangkabau, maka : Sultan Alaudin Djohar Sjah Sultan Atjeh menempatkan Laksamana Sulaiman Nanggroje di Labukanbilik. Angkatan Laut Atjeh concentrated di estuary Sungai Barumun dan Bila. Marines Atjeh ditempatkan di Kotapinang Lama.
1816.
Langgapajung, Kotapinang dan Labuhanbilik, direbut oleh Tentara Padri dibawah commando Pamusuk Lubis gelar Tuanku Maga. Laksamana Sulaiman Nanggroje mati pahlawan, seperti Santa Barbara meledakkan persediaan mesiu. Baginda Soripada mati dipancung.

1816 – 1820.
Daerah bekas Kesultanan Aru Barumun dikuasai Army Group Tuanku Tambusai Padri Army, headquartering in Sunggam.

1820 – 1947.
Di bagian hilir dari bekas Kesultanan Aru Barumun, memerintah Alamsjah Dasopang Dynasty selaku Yangdipertuan Radja Kotapinang.

1838 – 1863.
Di bagian hulu dari bekas Kesultanan Aru Barumun, bergerilya Tuanku Tambusai yang memerintah dengan tangan besi.

1863 – 1942.
Bagian hulu dari bekas Kesultanan Aru Barumun, oleh Pemerintah Kolonial Belanda dijadikan daerah Pangreh Prodjo, dibawah seorang Controleur BB Belanda di Gunungtua. Devide Et Impera.
Kini
Daerah bekas Kesultanan Aru Barumun, hulu dan hilir, sangat makmur karena export cattle dan rubber. Have a look !! Plenty of lovely Harahap, Dongoran and Dasopang girls, plus rich dowries.


(3). 1200 – 1508 : Keradjaan Haru Wampu.
Keradjaan Haru Wampu adalah sesuatu pagan Batak Karo Priests Kingdom. (Lihat : Lampiran XI). Pada tahun 1339 direbut dan diduduki oleh Angkatan Bersenjata Modjopahit, dibawah commando Perdana Menteri Gadjah Mada sendiri. (Lihat : Lampiran XXVII). Pada tahun 1508 dimusnahkan atas perintah Sultan Ali Mukajat Sjah Sultan Atjeh Jang Pertama. Pada tahun 1853 berupa Kesultanan Langkat, dihidupkan kembali atas perintah Sultan Ibrahim Mansjur Sjah Sultan Atjeh Jang Ketigapuluh.


(4). 1508 – 1523 : Kesultanan Haru Delitua.
Lihat : Bagian 9 titik 4. Seorang Karee (orang Karo Dusun yang masuk Tentara Atjeh dan masuk Islam pula), bernama Manang Sukka : Dengan nama Sultan Makmun Al Rasjid I menjadi Sultan Haru Delitua. His Sultanah adalah Putri Hidjau, Sister dari Sultan Ali Mukkayat Sjah Sultan Atjeh Jang Pertama. It happened in 914 H (1508 M).

Pada tahun 930 ( 1523 M), Angkatan Bersenjata Portugis dari Malacca menyerang Kesultanan Haru Delitua. Dari Labuhan Deli sampai ke Delitua, Tentara Portugis bergerak laksana naga yang menyemburkan api. Artinya : Membabi buta menembaki dengan Artillery !! Sultan Makmun Al Rasjid I bertahan di Sukamulia, dengan Tentara Atjeh bawahan dia. Oleh pihak Portugis, hancur lebur ditembaki longrange dengan salvo’s Artillery. Seluruhnya mati Pahlawan !!

Palace Guard Kesultanan Haru Delitua gagah-perkasa dengan rencong menyerang Tentara Portugis, yang sedang membakar kota dan Istana Delitua dengan salvo’s Artellery tinggal gamping. Bukan tandingan !! Para Pria di kota Delitua habis extermited seluruhnya.

Putri Hidjau serta 5 orang Ladies In Waiting dapat ditawan oleh anak buah Tentara Portugis. Yakni : Oleh orang-orang Goa India dan orang-orang Macao Tiongkok, yang kafir dan biadab. Pakaian dari cuma 6 wanita tawanan itu, in a jiffy habis compang-camping disobek in the open air di siang hari terang benderang. The Ladies In Waiting menjerit-jerit menjadi korban dari ratusan orang-orang Goa India dan orang-orang Macao Tiongkok, yang sudah setengah tahun sexual hungry. Putri Hidjau dengan giginya dan dengan kuku-kukunya, sangat gigih mempertahankan kehormatannya. Akibatnya : Putri Hidjau in Eve’s costume diikat didepan mulut meriam. Stante-pede dinikmati oleh numerous orang-orang Goa India dan orang-orang Macao Tiongkok, gantian rebut-rebutan seperti binatang-binatang buas. Sambil ber-zikir, Putri Hidjau menahankan segala siksaan yang dibawa oleh pihak Kristen.

Dengan Schadenfreude yang maha besar, meriam itu mendadak ditembakkan oleh seorang Portugis. Bastial. Hancurlah Putri Hidjau !! Turut hancur orang Goa India, yang terlalu asyik menikmati The Queen Of Haru Delitua. Akan tetapi : Turut pula hancur Orang Portugis yang menembakkan meriam itu. Why ?? Meriam itu turut hancur !! Entah karena over-heated terlalu sering ditembakkan

Puntung dari meriam Portugis itu, menjadi “Keramat Meriam Puntung”. Menjadi relic untuk orang-orang Karo Dusun yang Islam. Begitulah kisah “Putri Hidjau yang sebenarnya”. Jauh lebih tragic daripada mythologic ornamentations di dalam “Sja’ir Putri Hidjau”.

Pada tahun 1853, Sultan Ibrahim Mansjur Sjah Sultan Atjeh Jang Ketigapuluh, mengangkat Wan Usman di Labuhan Deli, dengan nama “Sultan Usman Perkasa Alam” menjadi Sultan Deli Jang Pertana. First of all, Sultan Usman Perkasa Alam mentitahkan mendirikan sesuatu rumah-rumahan di tempat yang terpilih untuk membangun Istana Sukaradja Medan. Tempat penyimpanan dari Keramat Meriam Puntung, yang dengan Upacara Kebesaran dipindahkan dari Delitua, dan menjadi relic dari Kesultanan Deli. Dibawah kelambu kuning, sesudah selama lebih 300 tahun menggeletak in the open air di Delitua.

Sultan Deli Jang Kedua mendapat nama “Sultan Makmun Al Asjid II”.

Penutup.
No more Aru Haru Confusion di dalam penulisan sejarah perihal : Keradjaan Aru Sipamutung, Kesultanan Aru Barumun, Keradjaan Haru Wampu, dan Kesultanan Haru Delitua. Siapa Doctorandus dan Professor, yang berani tanding kepada Sutan Martua Radja ??

Tidak ada komentar: